Pemberhentian yang Berujung Haru
Bunyi paling nyaring itu bukanlah suara
terompet yang ditiup beramai-ramai saat pergantian tahun. Atau petasan yang
bersuarakan bom, yang mengeluarkan berjuta warna di gulita malam. Tapi
kesepian. Sepi, sangat sepi, bahkan bisa untuk menghancurkan telinga, dan
luapan perasaan.
Saat
sepi menghampiri, segala kenangan di tahun yang telah terlewati bercengkrama
seolah mereka sudah berjalan beriringan dalam waktu yang cukup lama. Kenangan
itu menghampiri dan menghakiki. Engkau seperti berada di dasar jurang paling
curam yang dihuni makhluk berwajah paling menyedihkan. Detik itu, engkau
mendadak memiliki keinginan menggebu untuk memanjati dan mendapatkan batu
loncatan agar bisa berada di titik teratas untuk lembaran baru di tahun yang
akan datang. Namun disaat yang bersamaan, keputusasaan menyergapmu dengan
keindahannya yang membuat dilema semakin menjadi. “Apakah aku sanggup menggapai
itu? Mampukah aku?” pikiran ini mengajakku untuk berfilsafat, berimajinasi
untuk tahun yang akan datang. “Bisakah aku?” dua kata ini terpaut dalam raut
wajah datar penuh harapan. Satu tahun berlalu, ya, 2016 telah berlalu, seluruh
kisah aku rasakan di tahun ini. Bahagia, sedih, bahkan kehilangan sosok
malaikat yang berwajah manusia dalam
hidupku.
15
januari 2016, umur ku bertambah dewasa, dari tujuh belas tahun menjadi delapan
belas tahun. Cukup untuk dikategorikan dewasa awal, dan cukup untuk menjadikan
alasan bahwa umur yang sebenarnya semakin singkat. Dan sadar bahwa diri ini
harus memanfaatkan sisa waktu ini dengan sebaik mungkin. Awal 2016 yang baik,
kupikir. Namun kenyataannya tak baik. Awal 2016 adalah awal untukku melanjutkan
perkuliahan ke semester II, ya, tepat sekali, karena aku adalah mahasiswi, yang
berharap penuh bahwa dengan pendidikan aku mampu mengubah taraf hidup keluarga
kami. Awal tahun yang buruk, kupikir. Uang kuliah tunggal sudah menanti untuk
dilunasi, jumlah yang cukup fantastis. Saat itu, seratus ribu rupiah pun ku tak
punya. Rundingan awal dengan otak sudah berkecamuk menjelang H-15 hari
pembayaran. Namun, satu ide pun tak bisa kumunculkan. Tiba akhirnya H-3
pembayaran. Aku memiliki nenek yang kupanggil “mamak”. Dialah sumber
kekuatanku. Dia mendampingi, membimbing, menasihati, memotivasi diri yang
terkadang kurangnya bersyukur ini dari usia 1 tahun sampai sekarang. Dia adalah
pembantu rumah tangga yang bekerja 8 jam sehari selama satu bulan penuh kecuali
hari minggu hanya untuk 750 ribu rupiah. Namun ia memiliki ‘majikan’ yang cukup
baik. Saat aku sudah hampir menyerah untuk mencari uang demi ukt-ku, mamak
merangkul dan berkata “tenanglah, pasti kita bisa melunasi ukt kamu” kata yang
diucapkannya tak banyak, tapi entah kenapa hati ini merasa tenang, sangat
tenang. H-2 pembayaran, mamak memintaku untuk menjual dua cincin emas nya, dan
dihargai 1,5 juta. Jangan terkejut, ukt ku 2,5 juta. Jelas, masih kurang 1
juta. Aku sempat menitihkan air mata, “ini masih kurang mak, kurang 1 juta
lagi”, kembali ia menenangkan ku “pendapatan mamak 750 ribu, 250 ribu lagi
mamak bisa pinjam dengan majikan mamak” kembali, aku tersentuh, dan menitihkan
air mata, memeluk erat. Dan lagi, aku percaya bahwa ia akan menemaniku sampai
aku bisa membayar semua ini kembali.
Hari
demi hari, bulan demi bulan aku lalui dengan baik-baik saja. Sampai akhinya 16
Mei 2016, sepulang kuliah aku menadpati wajah mamak pucat dan mata memerah. Aku
duduk disampingnya, meminta jawaban tanpa memberi pertanyaan. “mamak terkena
kanker payudara” ucapnya. Air mata tak kuasa ku bendung, aku meraung tanpa
melihat sisi kanan kiri lagi. Mamak kembali menangis melihat aku menangis,
kembali, mamak berusaha menenangkan ku tapi kenyataannya aku justru tak bisa
mengendalikan diri. “yasudah Nurul, kalau memang takdir mamak meninggal, mamak
meninggal, Nurul harus tetap hidup, jalani dengan baik hidup ini, berusaha
terus, dan jangan pernah menyerah, bahkan untuk hal seberat apapun, Nurul punya
Allah, bisa cerita kapanpun, dimanapun, ia akan setia mendengarkan.” Lagi, aku
tak bisa menahan diri, dadaku terasa semakin sesak, mata ku sudah tak terbuka
lagi karena kelopak mata yang mengembang.
Hari
demi hari kami lewati, berobat alternatif menjadi pilihan kami untuk kesembuhan
mamak, dibanding kemoterapi kami lebih percaya bahawa alternatif lebih baik
daripada itu. Satu minggu sekali mamak berobat, tepatnya setiap hari sabtu.
Tapi bukan malah semakin baik, keadaan mamak semakin memburuk, kesehatan nya
semakin menurun jauh. Tak bisa berjalan lagi, bahkan untuk memasukkan makanan
ke mulut pun membutuhkan orang lain. Terus, terus seperti itu, sampai akhirnya
1 juli 2016, mamak menyerah dengan keadaan, ia memilih untuk meninggalkan dunia
ini, meninggalkan kami semua, juga meninggalkan kepedihan yang ia rasakan
dengan senyuman di wajah bersihnya. Saat detik-detik terakhirnya, aku
membimbingnya di telinga kanan, memegang tangan kanannya sambil mengucapkan kalimat
tauhid lailahailallah. Nyawa mamak hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk
berpisah dari raganya dan dengan sangat tenang.
Saat mamak mengehembuskan
nafas terakhir, saat itu juga aku merasakan bahwa aku tak sanggup untuk hidup,
aku menangis satu jam penuh, belum beranjak dari tempatku, belum percaya bahwa
mamak pergi secepat itu. Namun hari demi hari aku lewati setelah kepergian
mamak, aku merasakan hampa, tapi aku terus berjalan, sampai akhirnya aku mulai
terbiasa tanpa mamak hingga 2016 pun berlalu, dan aku yakin bahwa mamak sudah
tenang dialam sana, bisa melihat perjuanganku sejauh ini untuk tetap mengenyam
pendidikan meski dengan usaha sendiri.
Terlepas dari semua
yang aku lalui, aku tetap pada pendirianku, tetap pada moto hidup yang sudah
aku buat sejak usia 14 tahun, “Hiduplah untuk berbagi” karena dengan berbagi
kita bisa mengucap syukur yang tiada terkira. Dengan syukur, semua menjadi
lebih baik, dengan syukur kita bisa memahami situasi disetiap kondisi dengan
kepala dingin. Syukur membawamu untuk mendekatkan diri pada Tuhan-Mu, dan
mendekatkan diri pada Tuhan-Mu, percayalah bahwa tak ada satupun yang takbisa
dilakukan Allah Swt. Terimakasih yaRabb untuk hadiah demi hadiah yang engkau
berikan terhadapku di tahun 2016 ini. Terimakasih.
8 Closest Casinos to Fremont Street in Fremont - Mapyro
BalasHapusGet 강원도 출장마사지 directions, reviews and information 광주광역 출장마사지 for 8 Closest Casinos in Fremont 영주 출장샵 Street, 김해 출장샵 Fremont 속초 출장안마 St.